Lembaran Baru Bagi Petani Jagung

Lembaran Baru Bagi Petani Jagung

Oleh Nurul Hidayah

SUBULUSSALAM - Pertanian merupakan tradisi yang sudah ada secara turun-temurun di Desa Bawan, Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Aceh. Letak desa ini cukup unik karena berada di perbatasan antara perkebunan kelapa sawit milik perusahaan besar dan  Kawasan Ekosistem Leuser.

Pak Irwan adalah salah satu petani di desa ini, Beliau masih bergantung pada tenaga kerja manual untuk mengurus ladang jagung miliknya. Setiap pagi, ia mencangkul untuk mempersiapkan lahan, menanam jagung, serta membersihkan rumput dan tanaman hama lainnya.

Pada 2009, Desa Bawan sudah pernah menanam jagung pada lahan dengan luas total 30 hektar (atau sekitar 42 lapangan bola) dengan sistem tajuk atau secara tradisional. Persiapan lahan dengan sistem tajuk biasanya dilakukan  dengan menggunakan cangkul, garpu pertanian serta parang untuk membabat rumput.

Kini, Pak Irwan dan lima petani lain di desanya mulai beralih ke praktik pengolahan lahan jagung secara modern dengan menggunakan traktor. Praktik penerapan teknologi pertanian ini ditujukan untuk oleh koperasi petani Bawan Sejahtera dari dukungan Pemerintah Kota Subulussalam, SMKN Sultan Daulat, dan Earthworm Foundation.

Kegiatan yang dimulai sejak bulan Agustus lalu akan mengajak enam petani lokal di Desa Bawan, termasuk Pak Irwan, untuk menanam jagung P-32 di lahan desa seluas sepuluh hektar menggunakan traktor. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi petani, memajukan pertanian skala kabupaten, serta meningkatkan perekonomian warga.

Pengolahan lahan menggunakan traktor dapat membantu petani mencapai hasil panen maksimal serta meningkatkan keuntungan. Traktor akan memungkinkan petani mempersiapkan tanah secara lebih cepat dan efisien sehingga mengurangi hama dan penyakit serta membuat tanah menjadi gembur, memudahkan akar jagung untuk berkembang dan serta menyerap unsur hara.

Saat bertani secara manual, petani biasanya memperoleh hasil panen jagung sekitar empat ton per hektar dengan pengolahan lahan secara tradisional. Jumlah ini tergolong rendah karena potensi hasil panen jagung P-32 jika melalui pengolahan lahan yang modern akan menghasilkan sekitar 8-10 ton per hektar.

Selain itu, ada beberapa kendala yang menyebabkan petani jagung di Desa Bawan sulit mendapat hasil panen maksimal kondisi cuaca yang tidak menentu. Selain itu, petani juga sulit mendapat untung karena harga jual jagung Desa Bawan yang rendah dibandingkan produk-produk dari desa-desa tetangga. Harga jual jagung pipil Desa Bawan berkisar Rp 3.700 per kg, sedangkan di desa-desa lainnya sekitar Rp 4.100 per kg.

“Jika warga desa kami menjual dengan harga Rp 4.100 bukan Rp 3.700 dalam 1 ton, maka warga bisa mendapatkan penambahan sekitar Rp 1.000.000. Dengan penambahan ini, kami bisa menabung untuk menyekolahkan anak sampai dengan kuliah, membantu keuangan dapur dan lainnya," ujar Pak Irwan, selain dari itu juga sebagai keuchik atau Kepala Desa.

Aplikasi traktor pertanian ini membuat warga setempat makin bersemangat untuk bertani jagung.

Harapannya melalui praktek pertanian modern ini, petani Desa Bawan dapat meningkatkan hasil panennya sehingga petani dapat mengolah jagung pipil menjadi pakan ternak, yang pada akhirnya menambah pendapatan petani dan membuat mereka dapat menyekolahkan anak sampai dengan jenjang kuliah dan lainnya. (mi)